Wednesday, September 16, 2009

Apalah salahnya berhenti

Apalah salahnya berhenti ,

Sekejap perjalanan dimensi ini ,

Toleh .


 

Bukan ketidakpintaran ,

Yang gelap dibangga , yang terang disika ,

Pun bukan tiada kekuatan ,

Lemas tenggelam di lautan kegilaan ,

Bukan juga tiada kelihatan ,

Gah api berjirankan tanah ,

Dan bukan satu ketidaksengajaan ,

Seolah Jahannam didakapan .


 

Aku itu aku ,

Tiada salahnya berhenti ,

Jadi apalah salahnya berhenti .

Tanah kechil di khatulistiwa

Dinding tiga , empat atau lima ,

Mahu tak mahu hendak tak hendak , bersegi juga .

Conteng hitam , putih atau merah ,

Mahu tak mahu hendak tak hendak , warna juga .

Lidah pahit , manis atau kelat ,

Mahu tak mahu hendak tak hendak , rasa juga .


 

Itu Ali , Ah Chong dan Muthusamy ,

Selatan pun , timur pun , barat pun , temu utara juga .

Nun di khatulistiwa , tanah ini kechil saja ,

Tahu tiada dua , apalah salah dijaga ?


 

Dan Ali , Ah Chong dan Muthusamy ,

Terkait kelingking tertunjuk telunjuk pun ,

Pabila mengah , tertinggung ditanah ini juga .


 

Dan ,

Menuju khatulistiwa itu ,

Menuju tanah kechil itu ,

Bersama .

Pintu ini

Bukan ketidaksengajaan , rapat , ketap dan kejap .

Bukan kesengajaan , loceng dikecingkan .


 

Haru aku biru .

Resah aku gelisah .

Porak aku peranda .